Resume Buku: Negara dan Cita-Cita Politik

Zabaluddin Musa
6 min readDec 15, 2021

--

Oleh Zabaluddin Musa

Negara dan Cita-cita Siasah (Karakteristik Siasah Islam)

Dalam bab ini penulis menjelaskan tentang negara, pemerintahan, rakyat dan konstitusi, dan hak dan kewajiban. Penulis memberi perumpamaan tentang fitrah penciptaan bahwasanya Allah Swt menciptakan keteraturan dan keseimbangan diatas dualitas, pluralitas, ketersusunan, dan elemen-elemen yang berbeda di alam semesta. Penulis juga menjelaskan tentang tugas dan amanah manusia untuk memelihara keteraturan tersebut dan menata kehidupan dengan tatanan yang memastikan berjalannya keteraturan sebagaimana dijelaskan dalam Al Qur’an.

Adanya pluralitas alam dan kehidupan manusia itu harusnya dipersepsi sebagai keanekaragaman yang saling melengkapi dan menyempurnakan dan harus didayagunakan untuk membangun hubungan antar manusia dalam mewujudkan tujuan dan misi otentiknya di bumi, menjalankan kewajiban ibadah dan fungsi khilafah-nya. Manusia sebagai khalifatullah dengan potensi dirinya yang lengkap dapat memanfaatkan dan mengolah isi alam semesta yang diciptakan oleh Allah dengan amat beragam dan diperuntukkan bagi kepentingan bersama umat manusia. Untuk tujuan itu manusia bersama-sama merencanakan dan melaksanakan fungsi penataan dan pemanfaatan alam bagi kehidupan individu dan sosialnya dengan membangun institusi yang disebut negara. Kemudian institusi ini menhakankan fungsi siasahnya berdasarkan sistem yang telah disepakati bersama yang terpancar dari ideologi yang menjadi keyakinan bersama.

Salah satu fitrah dasar manusia adalah hidup berkelompok dan sebagian manusia memiliki kekuasaan atas sebagian lainnya. Dalam kerangka pemenuhan fitrahnya, manusia dituntut secara kolektif bekerja keras disertai dengan penuh keseriusan, kerelaan, dan tanggung jawab dalam melaksanakan amanah. Selain itu, dalam pemenuhan fitrahnya manusia yang diberi wewenang untuk memimpiin tidak boleh merampas kemerdekaan manusia lain dengan cara menindas dan melakukan tindakan tirani dan zalim. Untuk itu diperlukan sistem dan lembaga yang mengatur keselamatan pribadi dan masyarakat manusia dan mencegah setiap tindakan yang melahirkan penindasan antarsesama manusia.

Negara dan Keharusan Alamiah

Dalam bab ini penulis menjelaskan tentang perlunya memiliki sebuah negara, cara mewujudkannya, tugas dan fungsi negara, dan sikap seharusnya manusia terhadap negara. Penulis menjelaskan lebih dahulu tentang makna siasah (politik) yang secara etimologis kata “siyasah” berasal dari kata “sus” yang artinya “ri’asah” (kepemimpinan). Kepemimpinan ini berkaitan erat dengan pengorganisasian kehidupan, baik dalam institusi yang disebut negara atau lembaga lainnya. Ibnu Khaldun menyatakan bahwa misi peradaban manusia dapat ditunaikan jika memiliki organiisasi kemasyarakatan, bahkan tanpa organisasi itu eksistensi manusia tidak akan sempurna untuk memenuhi keinginan Tuhan memakmurkan bumi dan menjadikannya sebagai khalifah-Nya.

Kebebasan menentukan pilihan sebuah institusi siasah termasuk dalam hak kebebasan manusia. Institusi yang merupakan hasil kesepakatan bersama secara bersama-sama dijadikan instrumen bersama untuk mewujudkan cita-cita hidup bersama. Dalam institusi tersebut pemerintah dan rakyat yang diperintah bersama-sama berkiprah menata kehidupan dengan tatanan yang disepakati bersama. Dengan demikian negara menjadi instrumen untuk realisasi ekspresi sebuah sistem siasah dalam rangka mencapai tujuan hidup dan misi otentiknya di bumi. Maka perlu juga memperhatikan ideologi sehubungan dengan pemilihan sebuah negara, karena kehidupan bernegara tidak lepas dari tujuan Islam yang bersifat kemasyarakatan, yaitu mewujudkan keadilan dengan menyerukan kebaikan dan mencegah kemunkaran. Oleh karena itu, setiap muslim harus memilih dan berusaha membentuk sebuah negara yang dasar ideologinya sesuai dengan jalan hidupnya, yaitu Islam.

Negara dalam Perspektif Islam

Dalam mengawali bab ini, penulis memberi pertanyaan apakah Islam memerlukan negara. Untuk memperoleh gambaran tentang jawaban itu setidaknya perlu ditelusuri watak dan kedudukan syariah Islam dalam kehidupan kaum muslimin terlebih dahulu. Kemudian dibahas hal yang berkaitan antara syariah dengan fungsi dan tugas sebuah negara.

Hukum-hukum Allah yang bersifat wahyu diturunkan kepada nabi dan utusan-Nya agar ditegakkan secara utuh untuk mengatur segala aspek kehidupan manusia. Sedangkan hukum Allah Swt yang ada di dalam ciptaan-Nya disebut sunnatullah yang memuat tata alamiah yang penggaliannya bisa langsung tanpa melalui nabi. Agar kehidupan manusia sejahtera dan selalu berada dalam petunjuk-Nya, maka setiap manusia wajib menegakkan kedua hukum Allah Swt tersebut dalam seluruh sisi kehidupan secara padu dan integral. Agar kewenangan atau otoritas pelaksanaan hukum Allah tersebut dapat berjalan dengan efektif, diperlukan negara sebagai pemerintah yang mengikat keputusan dan kebijakan yang berkenaan dengan hukum tersebut.

Dalam konteks kaum muslimin mendirikan suatu negara yang dimaksud adalah negara Islam yang merupakan cita-cita setiap muslim, kecuali bagi mereka yang telah tercabut akar keislamannya. Namun suatu hal yang tidak bisa diingkari bahwa berdirinya negara yang dicita-citakan itu tergantung sepenuhnya kepada kehendak mayoritas masyarakat yang akan menghuni negara tersebut, karena berdirinya sebuah negara merupakan hasil dari kesepakatan bersama. Artinya negara Islam belum bisa terbentuk selama rakyatnya yang muslim belum sepenuhnya menginginkan berdirinya sebuah negara Islam.

Kewajiban Menerapkan Hukum

Dalam bab ini penulis menunjukkan kenyataan bahwasanya Rasulullah Saw memerintahkan umatnya agar menerapkan hukum dan menegakkan sebuah negara. Bagi mereka yang insaf dan tidak memiliki sikap arogan dan sombong memandang bahwa hal tersebut merupakan realita yang tak perlu diperdebatkan.

Allah Swt dalam firmannya memberi pengetahuan bagi orang yang membangkang hukum-hukum Allah Swt sebagai berikut, “Barangsiapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir. Barangsiapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim” (Al Ma’idah: 44–45). Tujuan diturunkannya Al Qur’an adalah agar dijadikan sebagai dustur (konstitusi) manusia dan undang-undangnya yang tertinggi. Rasulullah Saw bersama para sahabatnya serta orang-orang sesudahnya konsisten menerapkan hukum-hukum itu.

Malamih (Karakteristik)

Pada bab ini penulis menjelaskan bahwasanya daulah itu berdiri di atas landasan ideologi agama dan tunduk semua manusia pada penguasa dan rakyatnya kepada satu undang-undang ilahi. Dengan demikian Islam berbeda dengan Kristen dalam hal ini, sebab ide pemisahan gereja dari negara di Eropa tidak diterima di kalangan Islam dan masyarakat Islam tidak menerapkannya. Sebab Islam datang sebagai syariah bagi manusia dalam kehidupan di dunia agar membentengi diri dari keterpecahan dan kebingungan dalam ruh, jasad, moral, nafsu, kehidupan dunia dan akhirat.

Islam juga bertentangan dengan pemerintahan otokrasi, sebab penguasa bukanlah otoritas tunggal karena Islam tidak mengenal sistem otokrasi. Kepemimpinan Islam tegak atas dua pilar, yaitu syariat Islam dan umat Islam.

Pemerintahan

Bab ini menjelaskan bahwa dalam kehidupan sehari-hari ada dikotomi dan perbedaan konseptual, terkhusus dalam istilah agama dan negara. Dalam khazanah pemikiran kaum muslimin klasik dan modern tidak dikenal adanya perbedaan definisi dan esensi kata “Islam”, karena Islam bersifat universal. Universalitas tersebut memberi konsekuensi bahwa seluruh konsep yang ada, termasuk konsep politik, melekat dan padu dalam esensi dan universalitas Islam. Maka antara Islam dan negara tidak dapat dipisahkan, termasuk watak pemerintahan. Bahkan Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa perilaku politik termasuk bagian dari iqamatu al-dim.

Watak Pemerintahan Islam

Penulis menjelaskan watak pemerintahan Islam terdiri dari 5. Pertama adil, yang mana tatanan hidup yang adil menuntut diwujudkannya sebuah tatanan politik yang berdasarkan tauhid. Tatanan politik tersebut akan melahirkan konsep kewilayahan yang spesifik. Al Maududi menjelaskan bahwa daulah Islamiyyah melindungi seluruh dimensi kehidupan kemanusiaan dan seluruh bagian peradaban sesuai dengan prinsip moral Islam (termasuk keadilan) dan aksi-aksi reformasinya.

Kedua seimbang antara keadilan dan kebenaran dalam hal ketaatan politik. Dalam kehidupan politik kaum muslimin, ulil amri merupakan pihak yang harus ditaati. Namun kewajiban taat tersebut tidak secara mutlak, tergantung sejauh mana pemerintah tersebut menerapkan syariah Islam dan menegakkan keadilan serta tidak memerintahkan maksiat kepada rakyatnya.

Ketiga menjunjung tinggi syariat. Setidaknya ada empat prinsip yang harus ditegakkan berkenaan dengan penyelenggaraan kekuasaan, yaitu Islam menetapkan bahwa alam diciptakan oleh Allah Swt, maka dia satu-satunya pemilik, pemberi rizki, dan pengaturnya.

Keempat syura, berkaitan dengan bagaimana cara penyelenggaraan pemerintahan dalam sebuah negara. Syura adalah badan yang menetapkan, bukan sekadar memberi masukan. Maka seluruh ketetapan syura itu mengikat (mulazamah) bagi penguasa atau rakyat.

Kelima yaitu egaliter dan kesatuan manusia dan pandangan yang menegaskan tentang kesatuan manusia. Islam juga menetapkan bahwa asal kejadian manusia dan posisinya sebagai makhluk Allah adalah sama. Atas dasar itu, Islam menentukan perlakuan terhadap manusia dan pengakuan terhadap keberadaan serta hak-hak politiknya berlandaskan pada keadilan dan persamaan.

Cita-cita Siasah

Bab ini menjelaskan bahwasanya setiap pergerakan politik memiliki landasan ideologi dan cita-cita politiknya yang khas dan untuk mencapai cita-cita tersebut para pendukung partai politik merumuskan sejumlah agenda politik beserta aksinya yang sesuai ideologi yang dianut. Penulis juga menyampaikan Partai Keadilan sebagai partai Islam bercita-cita agar terciptanya sebuah kehidupan orang-perorang dan masyarakat yang sejahtera secara lahir dan batin yang dilandasi nilai-nilai ideologis. Nilai-nilai ideologis yang menjadi landasan gerakan dan aksi-aksi politiknya adalah Islam yang telah menjadi dasar pandangan, sikap, dan perilaku totalitas hidupnya.

--

--

Zabaluddin Musa
Zabaluddin Musa

Written by Zabaluddin Musa

Mahasiswa Akuntansi, Senang Diskusi, Ingin Jadi Politisi

No responses yet